Sulistianingsih1,
Abib Taupik Paizin2, Salman Mubarok3, Tsamrotul Fitriyah4,
Yovian Yustiko Prasetya5
Program
Studi Bimbingan Konseling Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah, Institut Agama
Islam Bunga Bangsa Cirebon dan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Fakultas Tarbiyah, Universitas Nahdhatul Ulama Cirebon
Email: [email protected]
ARTICLE INFO |
ABSTRACT |
Date received : 03-09-2022 Revision date : 11-09-2022 Date received : 20-09-2022 |
Kesehatan mental sangat berhubungan erat dengan agama dimana keduanya
sama-sama berkaitan dengan hati dan ketenangan jiwa. Agama yang merupakan
pegangan hidup manusia menjadi penenang hati manusia dan menjadi sandaran
manusia dalam mengatasi permsalahan hidup.Tujuan
penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan fungsi agama terhadap kesehatan
mental (2) pendapat para ahli tentang peran agama bagi kesehatan mental (3) kesehatan
mental dalam Al-Qur�an (4) implikasi peran Agama bagi kesehatan mental
terhadap pendidikan Agama.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan jenis penelitian kepustakaan. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan teknik dokumentasi. Data dianalisis menggunakan teknik analisis
isi (content analysis) yaitu menganalisis isi buku dan jurnal tentang kesehatan
mental dan pengaruh agama terhadap kesehatan mental. Selain itu, keabsahan
data diuji menggunakan triangulasi sumber dan peningkatan ketekunan.Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pengaruh agama berpengaruh terhadap kesehatan
mental,
agama memainkan peran penting sebagai penentu pengaturan diri. Menurut Zakiah
Daradjat (1982) dalam (Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N, 2018), salah satu cita
rasa agama adalah� terapi (penyembuhan)
gangguan jiwa. ABSTRACT Mental health is
very closely related to religion where both have a heart and peace of mind.
Religion, which is the grip of human life, calms the human heart and becomes
human support in overcoming life's problems.The
purposes of this study are (1) to describe the function of religion on mental
health (2) expert opinion on the role of religion on mental health (3) mental
health in the Qur'an (4) related to the role of religion in religious
education.This study uses an approach to the type of library research. Data
collection is done by using documentation techniques. Data analysis used
content analysis techniques, namely analyzing the contents of books and
journals on mental health and the influence of religion on mental health. In
addition, data validity was tested using source triangulation and persistence
persistence.The results showed that the influence of
religion on mental health, religion plays an important role as a determinant
of self-regulation. According to Zakiah Daradjat (1982) in (Prof. Dr. Syamsu
Yusuf L.N, 2018), one of the tastes of religion is therapy (healing) for mental
disorders. |
Kata Kunci: Pengaruh Agama, Kesehatan, Mental Keywords: Influence of Religion, Health, Mental |
PENDAHULUAN
Kesehatan mental sangat berhubungan erat dengan agama dimana keduanya
sama-sama berkaitan dengan hati dan ketenangan jiwa (Fakhriyani, 2019). Badudu
dan Zain (2001: 1031) dalam (Pustaka, Pemikiran, & Hipotesis, 2012) adalah sebagai berikut: �Pengaruh
adalah (1) kekuatan untuk membuat sesuatu terjadi; (2) sesuatu yang dapat
membentuk atau mengubah sesuatu yang lain; (3) dan tunduk atau patuh karena
otoritas atau kekuasaan orang lain. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa pengaruh adalah suatu kekuatan yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu
yang lain.
Pengertian agama menurut J.HLeuba, (dalam
Sururin, 2004:4).
Agama adalah cara berperilaku, seperti sistem kepercayaan atau seperti emosi
tertentu. Sementara itu, definisi Thouless tentang agama adalah hubungan aktual
yang dirasakan dengan apa yang diyakininya sebagai makhluk atau makhluk yang
lebih besar dari manusia (Konsep, Swt, Tinggi, & Kunci, 2017).
����������� Joesef Sou�yb 1983 dalam (Pujiati, 2018) agama merupakan suatu hal yang harus di ketahui makna yang terkandung
di dalamnya, dan agama tersebut berpijak kepada suatu kodrat kejiwaan yang
berupa keyakinan, sehingga dengan demikian, kuat atau rapuhnya agama bergantung
kepada sejauhmana keyakinan itu ketentraman dalam jiwa.
Definisi
terhadap dalam KBBI mempunyai arti 'kata depan untuk menandai arah; kepada;
lawan.
����������� Kesehatan
mental merupakan aspek kehidupan yang sangat mesra dan penting, karena dengan
kesehatan mental, kehidupan akan berjalan lancar dan wajar. ), baik dalam kehidupan
pribadi, keluarga, karir dan aspek kehidupan lainnya
(Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N, 2018).
�� Tujuan dari penulisan artikel
ini adalah untuk mengetahui pengaruh agama terhadap kesehatan mental. Manfaat
praktis yang didapat adalah memberikan informasi dalam menjaga kesehatan
mental, sehingga manusia dapat menjalankan hidupnya dengan sehat (Tristanto, 2020).
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis library
research. Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2000: 3) dalam (Danial, 2015) penelitian kualitatif adalah �suatu proses penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa ucapan atau tulisan manusia dan perilaku yang mungkin.
teramati�.
Penelitian kepustakaan
adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan metode perpustakaan dalam
pengumpulan data, pembacaan dan pencatatan, serta pengolahan bahan penelitian.
Ini adalah penelitian yang menggunakan sumber kepustakaan untuk memperoleh data
penelitian(Kholdani, 2011).
Penelitian ini
bersifat kualitatif dengan studi pustaka. Langkah penelitian dilakukan dengan
mengumpulkan sumber-sumber perpustakaan, baik primer maupun sekunder (Sari, 2020).
HASIL
DAN PEMBAHASAN
1. Fungsi Agama Terhadap Kesehatan Mental
Agama sebagai bentuk
kepercayaan manusia terhadap sesuatu Kekuasaan (Adi Kodrati) menyertai semua
bidang kehidupan manusia, baik kehidupan manusia individu maupun kehidupan
komunal, baik kehidupan material maupun spiritual, baik duniawi maupun akhirat.
Agama (Islam) adalah cara hidup yang lengkap. Tidak ada wilayah dalam kehidupan
manusia yang tidak tersentuh oleh ajaran agama (Islam). (Pujiati, 2018)
Menurut fitrahnya,
manusia mahluk beragama (homo religius) yaitu mahluk yang memiliki rasa keagamaan,
dan kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama. Kefitrahannya
inilah yang membedakan manusia dari hewan, dan juga yang mengangkat harkat dan
martabatnya atau kemualiaannya di sisi Tuhan. (Prof. Dr. Syamsu Yusuf
L.N, 2018).
(Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N, 2018)� menyatakan bahwa agama pedoman hidup manusia
telah memberikan petunjuk tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaan
atau pengembangan mental yang sehat. Sebagai petunjuk hidup bagi manusia dalam
mencapai mentalnya yang sehat, agama berfungsi sebagai berikut.
a.
Memelihara
Fitrah
Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah,
bersih dari dosa dan kenajisan. Namun karena manusia memiliki hawa nafsu
(naluri dan dorongan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginannya) dan ada pihak
luar yang selalu berusaha menipu dan menyesatkan manusia dari kebenaran yaitu
setan, maka manusia sering melakukan perbuatan dosa. Agar manusia dapat
mengendalikan hawa nafsunya dan terhindar dari godaan setan (tetap suci),
manusia harus beragama atau takut kepada Allah. Jika seseorang takut kepada
Allah, itu berarti dia telah menjaga fitrahnya yang sebenarnya dan merupakan
salah satu penerima manfaat dari Allah.
b.
Memelihara
Jiwa
Agama sangat menghormati harkat dan martabat
manusia. Untuk menjaga kemuliaan jiwa manusia, agama melarang dan melarang
manusia dianiaya, disiksa, dan dibunuh.
c.
Memelihara
Akal
Allah telah menganugerahkan karunia kepada
manusia tanpa harus memberikannya kepada makhluk lain, yaitu akal. Untuk itu,
manusia memiliki: (a) kemampuan membedakan yang baik dan yang jahat, atau
memahami dan menerima nilai-nilai, dan (b) mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi, atau mengembangkan agama; Budaya. Berkat kemampuan inilah manusia
dapat berkembang menjadi makhluk yang beradab (beradab).
Karena pentingnya peran akal, agama memberikan
petunjuk kepada manusia untuk mengembangkan dan memeliharanya, yaitu agar manusia:
(a) mensyukuri nikmat akal, memanfaatkannya secara optimal untuk berpikir,
belajar atau mencari ilmu. : dan (b) menjaga diri dari
perilaku yang merusak pikiran, seperti: minum (Miras). penggunaan narkoba
ilegal, penggunaan narkoba (Naza) dan hal-hal lain yang mengganggu fungsi akal
sehat.
d.
Memelihara
Keturunan
Agama mengajarkan orang bagaimana
mempertahankan garis keturunan ilahi atau sistem regenerasi. Aturan atau norma
agama untuk memelihara anak adalah pernikahan. Perkawinan adalah upacara
keagamaan yang sakral (suci), yang harus dilakukan oleh seorang pria dan wanita
sebelum memiliki hubungan darah sebagai suami istri. Pernikahan ini bertujuan
untuk menciptakan keluarga sakinah (damai, nyaman), mawaddah (cinta, saling
menghormati) dan rahmah (menerima banyak hadiah dari Allah).
2. Pendapat Para Ahli Tentang Peran Agama
Bagi Kesehatan Mental
Menurut Zakiah
Daradjat (1982) dalam (Prof. Dr. Syamsu Yusuf
L.N, 2018), salah satu cita rasa agama adalah� terapi (penyembuhan) gangguan jiwa. Mempraktikkan
agama dalam kehidupan sehari-hari melindungi orang dari gangguan mental dan
juga dapat memulihkan kesehatan mental orang yang cemas (Andini, Aprilia, &
Distina, 2021). Semakin dekat seseorang dengan Tuhan dan semakin banyak
beribadah, semakin tentram jiwanya dan semakin besar kemungkinannya menghadapi
kekecewaan, kesulitan, dan rintangan dalam hidup (Sukarni, 2017). Begitu pula sebaliknya, semakin jauh seseorang dari
agama, semakin sulit baginya untuk menemukan kedamaian dalam batin.
(Prof. Dr. Syamsu Yusuf
L.N, 2018) mengutip �(Voices
for Reform, 27 November 1997) Tarmizi Taher dalam ceramahnya yang berjudul
�Lakukan Kemakmuran, dan Hormati Harmoni di Abad 21.� : Indonesia Muslim
Perspectives� dalam Georgetown USA, mempresentasikan konsekuensi dari penekanan
nilai-nilai - ketika tidak ada agama dalam kehidupan modern, kita menyaksikan
penyebaran kejahatan seperti: penyebaran kemiskinan dan tunawisma di kota-kota
besar, penyebaran pornografi dan prostitusi. , HIV dan AIDS;� penyalahgunaan narkoba yang merajalela;
keberadaan kejahatan terorganisir mengganggu rumah tangga hingga� 67% di negara-negara modern; ribuan kematian
akibat kelaparan di Afrika dan Asia, di tengah melimpahnya barang-barang
konsumsi di� belahan bumi utara.
M. Surya (1977) dalam (Prof. Dr. Syamsu Yusuf
L.N, 2018) berpendapat bahwa agama memainkan peran penting sebagai
penentu pengaturan diri. Hal ini diakui oleh dokter, psikiater, pendeta dan
konselor agama sebagai faktor penting dalam menjaga dan meningkatkan kesehatan
mental. Agama memberikan suasana psikologis tertentu dengan mengurangi konflik,
frustrasi dan stres lainnya, serta memberikan suasana damai dan tenang (Setiawan, Solikhina, &
Nada, 2022).
3.
Kesehatan Mental Dalam
Al-Qur�an
Dalam (Prof.
Dr. Syamsu Yusuf L.N, 2018) mengenal
kaitan antara keimanan kepada Tuhan dan pengamalan ajaran-Nya dengan kesehatan
mental, dalam Al-quran banyak ayat yang menunjukkan hal tersebut, seperti:
a. Surat At-Tiin mengisyaratkan
bahwa
"manusia akan mengalami kehidupan yang hina/jatuh martabatnya
(asfala-saofillin), termasuk juga kehidupan psikologis yang tidak nyaman
(mentalnya tidak sehat) kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh
(berbuat kebajikan)."
b. Senada dengan surat At-Tiin adalah surat Al-'Ashr
yaitu
bahwa "semua manusia itu merugi (celaka hidupnya, tidak tenteram, atau
perasaan resah dan gelisah) kecuali orang-orang yang beriman, beramal saleh,
dan saling mewasiati dengan kebenaran dan kesabaran."
c. Surat Ar-Ra'du:28
Yaitu, orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
berzikir kepada Allah. Ingatlah, hanya dengan berzikir kepada Allah-lah, hati
akan menjadi tenteram (bahagia)." Makna zikir di sini adalah:
d. Surat Al-Baqoroh:112
"Tidaklah demikian, bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada
Allah, sedang la berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhan-Nya,
dan tidak ada kekhawatiran atau kecemasan dan tidak pula kesedihan bagi
mereka."
e. Surat Al-Ahqof:13
"Sesungguhnya orang yang menyatakan Tuhan kami adalah Allah, kemudian
mereka tetap istiqomah (teguh pendirian dalam keimanan kepada Allah dan
menjalankan syariat-Nya), maka tidak ada kekhawatiran bagi mereka, dan tidak
pula berduka cita."
f. Surat Al-Israa: 82
"Dan Kami menurunkan dari Al-Quran, sebagai obat (penawar) dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman."
g. Surat Yunus: 57
"Wahai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu 'mauidhah'
(nasihat) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada
(syifaaun limaa fish shuduur), petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman."
4.
Implikasi Peran Agama Bagi Kesehatan
Mental Terhadap Pendidikan Agama
��� ����� Gangguan
kesehatan mental dapat menyebabkan kecemasan seseorang dalam kehidupan sehari-hari
(Hulandari & Laturette,
2021).Terkadang masalah kecil bisa berubah menjadi masalah
besar, sedangkan bagi orang lain masalah ini tidak begitu besar (Zuama, 2014). Intensitas perasaan seperti itu biasanya membuat
seseorang gelisah, tidak bisa tidur, kurang nafsu makan, dll (Zaini, 2019). Orang yang emosinya terganggu mempengaruhi kesehatan
mentalnya sehingga tidak merasakan nikmatnya hidup, tidak bahagia dan tidak
tentram dalam hidupnya (Wardani, 2021).
���� ������ Uraian
di atas menjelaskan pentingnya agama dalam kesehatan mental. Atas dasar itu,
merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditawar lagi bagi anak-anak untuk belajar
agama. Mengenai pendidikan agama ini, Dadang Hawari (1997:167) dalam (Prof. Dr. Syamsu Yusuf
L.N, 2018) mengatakan: �Bagaimanapun perubahan sosial budaya terjadi,
pendidikan agama harus selalu diutamakan. Karena di dalamnya terkandung pedoman
moral, etika dan hidup sehat yang bersifat universal dan abadi.�
����������� Maksud pendidikan agama di sini
bukan hanya memberikan pelajaran agama kepada anak, akan tetapi yang terpokok
adalah terkait dengan penanaman keimanan kepada Tuhan, pembiasaan mematuhi dan
memelihara nilai-nilai, atau kaidah-kaidah yang ditentukan oleh ajaran agama
(menjalankan perintah atau kewajiban. dan menjauhi larangan atau yang
diharamkan Allah). (Prof. Dr. Syamsu Yusuf
L.N, 2018).
����������� Untuk itu, maka kepada anak perlu
dijelaskan tentang apa yang: (1) diperintahkan Allah kepada manusia, seperti:
shalat, zakat, shaum, haji, berdoa, berbuat baik kepada sesama manusia
(terutama kepada kedua orang tua), menuntut ilmu (belajar), bertutur kata yang
sopan, dan berperilaku jujur, dan (2) yang dilarang atau diharamkan Allah,
seperti: memakan makanan atau meminum minuman yang haram, berdusta, mencuri,
berzina (free sex), LGBT (Lesbian, Gay Biseksual, dan Transgender), membunuh,
bermusuh musuhan (tawuran), bersikap hasud, dan sebagainya. (Prof. Dr. Syamsu Yusuf
L.N, 2018)
����������� Agar penanaman kaidah-kaidah agama
tersebut mudah diamalkan oleh anak, maka cara yang paling ampuh untuk ditempuh
orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya adalah memberikan contoh atau
teladan yang baik kepada anak. Pendidikan agama ini perlu diberikan kepada anak
sejak kecil (usia dini atau masa pra-sekolah), karena nilai-nilai agama yang
terinternalisasi atau mempribadi sejak kecil akan menjadi benteng moral yang
kokoh, dan mampu mengontrol tingkah laku dan jalan kehidupannya, serta menjadi
obat anti penyakit (gangguan jiwa). (Prof. Dr. Syamsu Yusuf
L.N, 2018)
����������� (Prof. Dr. Syamsu Yusuf
L.N, 2018) dalam bukunya menyatakan pendidikan agama ini perlu
diberikan kepada anak sejak kecil (usia dini atau masa pra-sekolah), karena
nilai-nilai agama yang terinternalisasi atau mempribadi sejak kecil akan
menjadi benteng moral yang kokoh, dan mampu mengontrol tingkah laku dan jalan
kehidupannya, serta menjadi obat anti penyakit (gangguan jiwa). Terkait dengan
pentingnya pendidikan agama bagi anak, Zakiah Daradjat (1982:57) mengemukakan
bahwa agama yang ditanamkan sejak kecil kepada anak-anak akan menjadi bagian
dari unsur-unsur kepribadiannya, yang dapat menjadi pengendali dalam menghadapi
segala keinginan dan dorongan yang timbul. Keyakinan terhadap agama akan
mengatur sikap dan tingkah laku seseorang secara otomatis dari dalam. Agar
pendidikan agama ini dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka semua pihak
yang terkait orang tua, para pendidik (dosen atau guru), para tokoh masyarakat,
para kiai ajengan/ustaz, dan pemerintah-harus bekerja sama dalam menanamkan
nilai-nilai agama, baik melalui bimbingan, pengajaran, pembiasaan, maupun
contoh-contoh (teladan), serta berusaha semaksimal mungkin untuk menghilangkan
atau menumpast berbagai sumber-sumber dekadensi moral yang terjadi di
masyarakat.
SIMPULAN
Sebagai petunjuk hidup bagi manusia dalam
mencapai mentalnya yang sehat, agama berfungsi memelihara fitrah, memelihara
jiwa, memelihara akal dan memelihara Keturunan.
����������� Menurut Zakiah Daradjat (1982) dalam
(Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N, 2018), salah satu cita rasa
agama adalah� terapi (penyembuhan)
gangguan jiwa. Mempraktikkan agama dalam kehidupan sehari-hari melindungi orang
dari gangguan mental dan juga dapat memulihkan kesehatan mental orang yang
cemas. Semakin dekat seseorang dengan Tuhan dan semakin banyak beribadah,
semakin tentram jiwanya dan semakin besar kemungkinannya menghadapi kekecewaan,
kesulitan, dan rintangan dalam hidup. Begitu pula sebaliknya, semakin jauh
seseorang dari agama, semakin sulit baginya untuk menemukan kedamaian dalam
batin.
Dalam (Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N, 2018) mengenal kaitan antara keimanan kepada Tuhan dan
pengamalan ajaran-Nya dengan kesehatan mental, dalam Al-quran banyak ayat yang
menunjukkan hal tersebut, seperti: Surat At-Tiin, Al-'Ashr, Ar-Ra'du:28, Al-Baqoroh:112,
Al-Ahqof:13, Al-Israa: 82 dan pada surat Yunus: 57.
�� (Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N, 2018) dalam bukunya menyatakan pendidikan
agama ini perlu diberikan kepada anak sejak kecil (usia dini atau masa
pra-sekolah), karena nilai-nilai agama yang terinternalisasi atau mempribadi
sejak kecil akan menjadi benteng moral yang kokoh, dan mampu mengontrol tingkah
laku dan jalan kehidupannya, serta menjadi obat anti penyakit (gangguan jiwa).
Andini,
Mutiara, Aprilia, Djumi, & Distina, Primalita Putri. (2021). Kontribusi
Psikoterapi Islam bagi Kesehatan Mental. Psychosophia: Journal of
Psychology, Religion, and Humanity, 3(2), 165�187. Google Scholar
Danial,
Endang. (2015). Metode Dokumentasi. Universitas Pendidikan Indonesia,
127.
Fakhriyani,
Diana Vidya. (2019). Kesehatan Mental (Vol. 124). Duta Media Publishing.
Hulandari,
Putri, & Laturette, Adonia Ivone. (2021). Kajian Yuridis Terhadap
Pelaksanaan Reklamasi di Teluk Ambon Baguala. TATOHI: Jurnal Ilmu Hukum,
1(2), 96�109.
Kholdani,
Asef. (2011). ،یروصنموبا
ةمانهاش رب یهاگن
2 یناولهپ نابز
و 1 یسودرف .34. 34�41.
Konsep,
Abstrak, Swt, Allah, Tinggi, Yang Maha, & Kunci, Kata. (2017). Editorial
Healthy Tadulako Journal (Abdul Hamid : 1-14) 1. 3(1), 1�14.
Prof.
Dr. Syamsu Yusuf L.N. (2018). Kesehatan Mental Perspektif Psikologis dan
Agama. Bandung.
Pujiati,
Yatim. (2018). Fungsi Agama Terhadap Kesehatan Mental Menurut Zakiah Daradjat. Skripsi,
105.
Pustaka,
Kajian, Pemikiran, Kerangka, & Hipotesis, D. A. N. (2012). No Title.
14�86.
Sari,
Gurita Arum. (2020). Dampak Sistem Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) Daring
Akibat Covid-19 Terhadap Siswa. Jurnal IKA PGSD (Ikatan Alumni PGSD) UNARS,
8(2), 462�470.
Setiawan,
Heru, Solikhina, Ibadillahhis, & Nada, Ummi Ni�matun. (2022). KONTRIBUSI
AGAMA DALAM KESEHATAN MENTAL. Aktualita: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan,
12(1).
Sukarni,
S. (2017). Dzikir Dan Doa Bagi Ketenangan Jiwa Santri Di Pondok Pesantren As
Salafiyah Kelurahan Srengsem Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung. UIN
Raden Intan Lampung.
Tristanto,
Aris. (2020). Dukungan kesehatan jiwa dan psikososial (dkjps) dalam pelayanan
sosial lanjut usia pada masa pandemi Covid-19. Sosio Informa: Kajian
Permasalahan Sosial Dan Usaha Kesejahteraan Sosial, 6(2), 205�222.
Wardani,
Tita Aniko. (2021). Studi pemikiran Zakiah Daradjat tentang kesehatan
mental: Konsep, aplikasi, dan implikasinya dalam pendidikan agama Islam.
Zaini,
Mad. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN JIWA MASALAH PSIKOSOSIAL di pelayanan klinis
dan komunitas. Deepublish.
Zuama,
Shofiyanti Nur. (2014). Kemampuan mengelola stres akademik pada mahasiswa yang
sedang skripsi angkatan 2009 program studi PG PAUD. Kreatif, 17(2).
�