|
Jurnal Edunity: Kajian Ilmu Sosial dan Pendidikan Volume 1 Number 03, November, 2022 p- ISSN 2963-3648- e-ISSN 2964-8653 |
|
Spiritualitas Sebagai Basic Modal Dalam Pembentukan Karakter Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 190-191
M. Imam Multazam1, Ma’mun Hanif2 Mata kuliah Strategi Pendidikan dan Pembelajaran PAI, Program Pascasarjana Universitas Islam Negri K.H. Abdurrohman Wakhid Pekalongan, Indonesia E-mail: [email protected]
|
||
INFO ARTIKEL Diterima: 1 November 2022 Direvisi: 5 November 2022 Disetujui: 10 November 2022
|
ABSTRAK Penelitian ini dilatar belakangi oleh kemajuan teknologi yang telah ditemukan dan dikembangkan manusia, yang mengalami kemajuan pesat. Tujuan implementasi pendidikan spiritual yang terdapat didalam surat Ali Imron Ayat 190-191 yaitu adannya nilai-nilai, kejujuran, tanggung jawab, cerdas, sehat dan bersih, peduli, kreatif, gotong royong, dari nilai-nilai inilah terbentuk karakter yang baik. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau library research, yang merupakan salah satu dari jenis penelitian kualitatif yang lokasi atau tempat penelitiannya dilakukan di pustaka, dokumen, arsip dan sejenisnya. Analisis datanya menggunakan metode tahlili. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini, menunjukkan bahwa karakter yang baik dapat dibentuk melalui proses berdzikir dan berpikir yang dilakukan secara seimbang, yang nantinya akan menghasilkan amal shalih. Kesimpulan penelitian ini adalah, spiritual sebagai modal utama untuk pembentukan karakter, karena melalui dzikir dan berpikir manusia akan menyadari dirinya bahwa kebaikanlah yang harus kita lakukan setiap saat dan dimanapun berada. Aktifitas berdzikir dan berpikir dapat membentuk karakter yang baik, yang tentu saja harus ada keseimbangan di dalamnya. Karena keduanya merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi. Manusia berpikir dengan melibatkan seluruh pribadi dan juga perasaan serta kehendaknya, untuk meghilangkan keraguan dan menjawab pertanyaan. Tak berhenti di situ, manusia juga harus mengimbanginya dengan berdzikir, selalu mengingat-ingat Allah dengan beragam cara, agar jalan pemikirannya tak keluar dari koridor yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Inilah yang kemudian oleh penulis dikatakan sebagai karakter-karakter yang terbentuk dari spiritualitas dalam kajian surat Ali Imran ayat 190-191. Kata kunci: Spirituality; Spiritual Education; Character Formation; Q.S. Ali Imran verses 190-191
ABSTRACT This research is motivated by technological advances that have been discovered and developed by humans, which are progressing rapidly. The purpose of implementing spiritual education contained in Ali Imron Verse 190-191 is the existence of values, honesty, responsibility, intelligent, healthy and clean, caring, creative, mutual help, From these values a good character is formed. This research is library research, which is one of the types of qualitative research where the location or place of research is carried out in libraries, documents, archives and the like. Analysis of the data using the tahlili method. The results obtained from this study indicate that good character can be formed through a balanced process of dhikr and thinking, which will result in righteous deeds. The conclusion of this study is that spirituality is the main capital for character building, because through dhikr and thinking humans will realize that it is goodness that we must do every time and wherever we are. The activities of dhikr and thinking can form a good character, which of course must have a balance in it. Because they are a complementary unit. Humans think by involving the whole person as well as his feelings and will, to remove doubts and answer questions. It doesn't stop there, humans must also balance it with dhikr, always remembering Allah in various ways, so that the way of thinking does not go out of the corridor that has been set by Allah SWT. These are what the writer says are the characters that are formed from spirituality in the study of Ali Imran's letter, verses 190-191. Keywords: Spirituality; Spiritual Education; Character Formation; Q.S. Ali Imran verses 190-191 |
|
|
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International |
|
PENDAHULUAN
Manusia yang diciptakan Allah SWT sebagai makhluk yang paling mulia, selalu menarik untuk dibahas dan diperbincangkan. Manusia dikatakan makhluk sosial, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya, penuh dengan gambaran- gambaran untuk menyatakan kesempurnaannya sebagai ciptaan Allah SWT. Hal ini yang kemudian menjadi penting untuk dibahas, karena manusia sebagai hamba sekaligus khalifah fil ardh.
Tanggung jawab hakiki manusia dari eksistensinya di dunia, seperti yang dikatakan oleh Anas adalah memfungsikan dirinya sedemikian rupa agar ia meraih nilai- nilai moral yang sejati sehingga ia pantas disebut sebagai manusia sejati. Dalam perjalanannya sebagai penyandang tugas mulia inilah kemudian manusia dibekali dengan beberapa hal yang membuatnya mampu untuk menjalankan titah kekhalifahan dari Tuhannya (Salahudin, 2011) .
Hal pertama yang dianugerahkan oleh Allah kepada manusia ialah akal. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dilengkapi dengan akal pikiran, yang memungkinkan manusia mampu membedakan antara yang benar dengan salah. Dengan ini manusia melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar, dengan cara menggunakannya untuk berpikir. Allah SWT. telah memuliakan manusia, di samping memberikan padanya nafsu, Ia pun memberikannya akal
Itulah sebabnya, kemudian manusia mampu mengadakan berbagai perubahan dan memberikan kemudahan-kemudahan kepada makhluk lain seperti binatang, bahkan kepada manusia itu sendiri, dalam mengarungi kehidupan di muka bumi ini. Sementara binatang tidak mampu melakukan hal tersebut, karena ia bertindak semata-mata berdasarkan insting atau aturan hukum alam yang melekat padanya. Jadi, manusia sanggup melakukan perubahan karena ilmu pengetahuan yang dimilikinya yang merupakan keniscayaan baginya (Malkan, 2007).
Moralitas yang dalam dunia pesantren disebut dengan akhlak, merupakan interpretasi dari karakter yang baik. Ini merupakan hal yang kita inginkan bagi lingkungan sekitar kita bahkan diri kita sendiri. Artinya, karakter yang baik mencakup hal baik yang seorang ketahui, hal baik yang diinginkan, serta hal baik yang dilakukan, secara umum ini menjangkau ranah kebiasaan dalam cara berpikir, kebiasaan dalam hati, dan kebiasaan dalam tindakan (Lickona, 2015) Hal inilah yang kemudian akan mengantarkan manusia dalam berperilaku, membentuk kedewasaan moral.
Pembentukan karakter semestinya menjadi tanggung jawab bersama seluruh elemen bangsa, agar perkembangan regenerasi penerus bangsa bisa selalu terpantau. Pendidikan karakter yang terus digerakkan, semisal. Hal ini menjadi pintu untuk terbentuknya katakter yang sesuai dengan tugas mulia manusia di muka bumi, khalifah fil ardd.
Lebih lanjut, dengan membentuk karakter -karakter yang terdidik, dengan moral yang terdidik, diharapkan dapat mengatasi sejumlah persoalan bangsa terutama dalam hal krisis moral. Maka sangat relevan jika dilakukan upaya- upaya penguatan pendidikan moral, ataupun pendidikan karakter. Agar bangsa yang katanya dikenal menjunjung tinggi nilai budaya, peradaban dan agama, tak lagi hanya katanya. Akan tetapi memang bangsa yang bermartabat.
Penelitian yang dilakukan oleh Ummi Nur Rohmatun Nisa dengan judul Urgensi pendidikan moral sebagai basis dalam menanggulangi hawa nafsu. Kajian al quran surat Al Isra’ ayat 32. Mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Sains Al-Qur’an Jawa Tengah di Wonosobo 2018. Nisa, dalam skripsinya membahas tentang pentingnya pendidikan moral, yang dengan pendidikan moral tersebut diharapkan dapat menjadi solusi bagi kebobrokan moral yang terjadi, buruknya akhlak, yang otomatis pula mencerminkan tidak baiknya karakter yang dimiliki. Inilah keterkaitan sekripsi Nisa dengan skripsi ini. Sama- sama menaruh perhatian pada perbaikan moral, serta keindahan akhlak.Sedangkan perbedaannya, Nisa menjadikan pendidikan moral sebagai basis dalam menanggulangi hawa nafsu, disamping fokus kajian penelitiannya yang memang berbeda dengan skripsi ini.
Sepertihalnya penelitian, dilakukan oleh Rudin Haryono dengan judul Integrasi Akal (Pikir) Dan Spiritual (Dzikir) Dalam Q.S. Ali ‘Imron Ayat 190-191 Dan Implementasinya Dalam Pendidikan Islam. oleh Miskiyah Dewi Permata dengan judul Konsep Manajemen Qalbu Terhadap Pendidikan Akhlak Menurut Magnum Opus Imam Ghazali Dalam Kitab Ihya’ Ulum Ad-Din. oleh Tri Nur Azizah dengan judul Konsep Pendidikan Islam dan ESQ.
Oleh karena itu, guna mengetahui lebih jauh dan lebih jelas penulis bermaksud mengkaji lebih mendalam mengenai pembentukan karakter yang didasari dengan penyatuan antara dzikir dan pikir dengan judul “Spiritualitas Sebagai Basic Modal Dalam Pembentukan Karakter Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 190-191”.
RESEARCH METHOD
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang merupakan suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individu maupun kelompok (Syaodih Sukmadinata, 2007). Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah subyek darimana data dapat diperoleh.
1. Sumber Data Primer
Sumber primer adalah sumber data yang diperoleh penelitian dari sumber utama yang menjadi pokok kajian atau topik pembahasan. Pokok kajian sebagai sumber primer dalam penelitian ini adalah al-Qur’an surat Ali Imran ayat 190- 191 untuk kemudian dianalisis dengan dukungan dari sumber-sumber sekunder.
2. Sumber Data Sekunder
Sumber sekunder adalah sumber penunjang atau pelengkap dan pembanding data yang berkaitan dengan pokok permasalahan atau fokus kajian. Sumber sekunder dapat diperoleh dengan menelaah dan menganalisis buku-buku yang berkenaan dengan fokus kajian. Buku ini sangat penting, karena sebagian ilmu yang erat kaitannya dengan penelitian dan sebagian besar ada dalam bentuk buku yang ditulis oleh seorang pengarang ahli. Buku ini s angat penting, karena sebagian ilmu yang erat kaitannya dengan penelitian dan sebagian besar ada dalam bentuk buku yang ditulis oleh seorang pengarang ahli (Sukardi, 2021).
Tehnik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Suharsimi Arikunto, 2003). Tanpa teknik pengumpulan, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang ditetapkan.
1. Studi documenter
Studi dokumenter merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen- dokumen, baik dokumen tertulis, gambar, maupun elektronik. Dokumen- dokumen yang dihimpun dipilih yang sesuai tujuan dan fokus masalah (Sukmadinata, 2012).
2. Penelusuran data online
Secara teknis menggunakan metode ini mensyaratkan peneliti mempunyai pemahaman teknik terhadap teknologi informasi. Peneliti juga dituntut memahami bahasa computer yang didominasi bahasa inggris computer. Berikutnya dalam penelusuran data online peneliti dapat menggunakan bagian-bagian fasilitas tertentu untuk memulai data yang ingin diperoleh. Umumnya setiap website yang lengkap telah disediakan fasilitas direktori yaitu kategori data atau tema atau problem apa yang ingin ditelusuri.
Tehnik Analisis Data
Dalam hal analisis data kualitatif, Bigdon menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain (Sugiyono, 2013). Adapun analisis data dalam penelitian ini adalah: Metode Tahlili, Kata metode berasal dari bahasa yunani “methodos” yang berarti cara atau jalan. Metode adalah salah satu sasaran yang amat penting untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kaitanya ini maka studi tafsir al-Qur’an tidak lepas dari metode, yakni suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah dalam di dalam ayat-ayat Al-Qu’an yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad SAW (Konseling, n.d.).
Metode penafsiran al-Qur’an yang digunakan penulis dalam skripsi yaitu metode tahlili, yaitu metode penafsiran yang menjelaskan ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai dengan tata urutan mushaf utsmani, dengan penjelasan yang cukup terperinci. Model ini menyajikan pembahasan seluruh segi dan isi dari sebuah atau sekelomok ayat (atau surat). Didalamnya melibatkan penguraian kosakata (mufrodat), struktur (gramatika) bahasa. Pembahasan linguistik, makna keseluruhan, munasabah (korelasi antar kata, ayat, atau surat), pemanfaatan asbab an-nuzul dan hadis (serta atsar), penyimpulan prinsip umum, serta pemanfaatan pengetahuan lainnya yang dapat membantu pemahamaan nash al-Qur’an (Rusmana, 2015). Dalam mengunakan analisis, pastinya terdapat kelebihan ataupun kekurangan. Tafsir at-Tahlili mempunyai kelebihan yang sangat khas dibandingkan mengunakan metode tafsir yang lain. Kelebihan tafsir at-Tahlili antara lain, keluasan dan keutuhannya dalam memahami al-Qur’an. Sedangkan kelemahanya yaitu kajian metode tafsir at-Tahlili kurang mendalam, tidak detail, dan tidak tuntas dalam pembahasan dan penyelesaian topik-topik yang di bahas, butuh waktu yanhg sangat panjang dan menuntut ketekunan serta kesabaran yang tinggi (Izzan, 2011).
RESULT AND DISCUSSION
1. Analisis Spiritual dalam Q.S. Ali Imran ayat 190-191
Dalam tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur ayat 190-191 QS. Ali Imran, Mereka adalaah orang-orang yang memperhatikan penciptaan langit dan bumi beserta isi dan hukum-hukumnya, lalu mengingat penciptanya, Allah, dalam segala keadaan, seperti sambil berdiri, duduk, ataupun berbaring. Dalam ayat ini, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa kemenangan dan keberuntungan hanyalah dengan mengingat kebesaran Allah serta memikirkan segala makhluknya yang merujuk kepada adanya khalik yang Esa, yang mempunyai ilmu dan kodrat, yang diiringi oleh ian kepada rasuldan kepada kitab. Disini dijelaskan bahwa yang kita pikirkan adalah makhluk allah. dia tidak dibenarkan memikirkan zat Tuhan yang menciptakan, karena kemampuan ilmu manusia tidak bisa menjangkau hakikat zat dan hakikat sifat Allah swt (Nurrohim & Jannah, 2020) .
Selain itu, ayat 190 memiliki kemiripan dengan ayat 164 surah al-Baqarah. Hanya saja, disana disebutkan delapan macam ayat-ayat Allah, sedang disini hanya tiga. Selanjutnya, kalau disana yang disebutkan adalah hal-hal yang terdapat di langit dan bumi, disini penekanannya pada bukti-bukti yang terbentang di langit. Ini karena bukti-bukti tersebut lebih menggugah hati dan pikiran, dan lebih cepat mengantar seseorang untuk meraih rasa keagungan ilahi.
Disisi lain, ayat 164 surah al-Baqarah ditutup dengan menyatakan bahwa yang demikian itu merupakantanda-tanda bagi orang yang berakal (لآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ), sedang pada ayat ini- setelah mereka berada pada tahap lebih tinggi- maka mereka juga telah mencapai kemurnian akal, sehingga sangat wajar jika ayat ini ditutup dengan (لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ) (Shihab, 2002).
Berdasarkan pemaparan di atas yang merujuk pada Q.S. Ali Imran ayat 190-191, terlihat jelas bahwa spiritualitas tercipta dari dua konsep sebagai berikut.
a. Konsep berdzikir
Dzikir yang merupakan segala bentuk mengingat, merenung, dan membayangkan, entah buruk ataupun baik (Ghafur, 2009), adalah suatu aktifitas yang bersifat ketuhanan berupa mengingat wujud Allah dengan merasakan kehadiran-Nya di dalam hati dan jiwa, dengan menyebut nama-Nya yang suci, dengan senantiasa merenungkan hikmah dari penciptaan segala makhluk-Nya, serta mengimplementasikan keingatan itu kedalam bentuk perilaku , sikap, gerak dan penampilan yang baik, benar dan terpuji, baik dihadapan-Nya maupun dihadapan makhluk-Nya (Adz-Dzakiey, 2006).
b. Konsep berpikir
Berpikir, yang merupakan cakupan dari banyak aktivitas mental, adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak. Akan tetapi, pikiran manusia, walaupun tidak bisa dipisahkan dari aktifitas kerja otak, lebih dari sekedar kerja organ tubuh yang disebut otak. Kegiatan berpikir juga melibatkan seluruh pribadi manusia dan juga melibatkan perasaan dan kehendak manusia. Memikirkan sesuatu berarti mengarahkan diri pada objek tertentu, menyadari kehadirannya seraya secara aktif menghadirkannya dalam pikiran kemudian mempunyai gagasan atau wawasan tentang objek tersebut (Fitri et al., n.d.).
Dalam ranah psikologi pendidikan, berpikir diartikan sebagai memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori. Ini sering kali dilakukan untuk membentuk konsep, bernalar dan berpikir secara kritis, membuat keputusan, berpikir kreatif, dan memecahkan masalah (Suud, 2021). Biasanya, kegiatan berpikir dimulai ketika muncul keraguan dan pertanyaan untuk dijawab atau berhadapan dengan persoalan atau masalah yang memerlukan pemecahan.
Secara garis besar, nilai nilai karakter atau budi pekerti ini menggambarkan sikap dan perilaku dalam berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, masyarakat dan alam sekitar. Karena mencakup dimensi penalaran yang berlandaskan moral (moral reasonong), dan perasaan berlandaskan moral (moral behaviour). Lebih lanjut, seperti yang dikatakan oleh Publikasi pusat kurikulum, nilai- nilai karakter yang bersumber dari agama, pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional adalah: Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa ingin tahu, Semangat kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/ Komunikatif, Cinta damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli sosial, dan Tanggung jawab (Samani & Hariyanto, 2011).
Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa aktifitas berdzikir dan berpikir dapat membentuk karakter yang baik, yang tentu saja harus ada keseimbangan di dalamnya. Karena keduanya merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi. Manusia berpikir dengan melibatkan seluruh pribadi dan juga perasaan serta kehendaknya, untuk meghilangkan keraguan dan menjawab pertanyaan. Tak berhenti di situ, manusia juga harus mengimbanginya dengan berdzikir, selalu mengingat-ingat allah dengan beragam cara, agar jalam pemikirannya tak keluar dari koridor yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. inilah yang kemudian oleh penulis dikatakan sebagai karakter-karakter yang terbentuk dari spiritualitas dalam kajian surat Ali Imran ayat 190-191.
2. Tujuan pembentukan karakter dalam Q.S Ali Imran ayat 190-191
Islam, yang memang memandang pendidikan sekuler bersifat berat sebelah (menekankan perkembangan akal dan mengesampingkan pengembangan spiritual), pendidikan islam berkehendak menghasilkan manusia yang pandai, cerdas, cakap, dan terampil yang dibingkai dengan fondasi iman yang kuat kepada Allah (Ismail, 2017). Walaupun pandai, cerdas, cakap, dan terampil dibidang sains dan teknologi, ia tidak sombong dan congkak. Terjauh dari kesombongan intelektual (intellectual arrogance) dan dengan perasaan tawadhu’ dan rendah hati ia sangat meresapi, menghayati, dan memahami firman Allah SWT. “kamu sekalian tidak diberi ilmu kecuali sedikit). Karakter yang merupakan nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari- hari.
CONCLUSION
Setelah penulis mengulas tentang karakter yang dibentuk dengan dasar spiritualitas dalam kajian surat Ali Imran ayat 190-191, berikut ini adalah kesimpulannya: Sebagai makhluk yang diberi keistimewaan oleh Allah berupa akal pikiran, manusia diperintahkan untuk memikirkan ciptan-Nya. Disamping itu, juga dituntut untuk benar-benar menghamba kepada-Nya dengan selalu mengingatnya. Artinya, dengan menggunakan akalnya, manusia diperintahkan untuk memikirkan ciptan-Nya, bukan dzat-Nya, selain diperintahkan untuk berdzikir menggunakan kalbunya. (1). Aktifitas berdzikir dan berpikir dapat membentuk karakter yang baik, yang tentu saja harus ada keseimbangan di dalamnya. Karena keduanya merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi. Manusia berpikir dengan melibatkan seluruh pribadi dan juga perasaan serta kehendaknya, untuk meghilangkan keraguan dan menjawab pertanyaan. Tak berhenti di situ, manusia juga harus mengimbanginya dengan berdzikir, selalu mengingat-ingat allah dengan beragam cara, agar jalam pemikirannya tak keluar dari koridor yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. inilah yang kemudian oleh penulis dikatakan sebagai karakter-karakter yang terbentuk dari spiritualitas dalam kajian surat Ali Imran ayat 190-191. (2). Karakter ideal (karakter yang baik) merupakan sebuah keniscayaan dalam nilai hidup bersama. Keberadaan karakter menjadi penentu bagi kemajuan peradaban manusia. Bagaimana tidak, dengan karakterlah identitas diri dapat dibentuk, kualitas suatu bangsa dapat dibangun, jauh dari akar permasalahan yang nantinya akan menimbulkan sifat, sikap serta perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai maupun norma-norma yang terdapat dalam bermasyarakat dan beragama. (3). Bentuk implementasi pendidikan spiritual yang terdapat didalam surat Ali Imron Ayat 190-191 yaitu adannya nilai-nilai sebagai berikut, kejujuran, tanggung jawab, cerdas, sehat dan bersih, peduli, kreatif, gotong toyong, dari nilai-nilai inilah terbentuk karakter yang baik.
REFERENCES
Adz-Dzakiey, H. B. (2006). Kecerdasan Kenabian. Yogyakarta: Pustaka Al-Furqan.
Fitri, M. d, Idealisme, P. O., Fitri, M., & Sari, V. F. (n.d.). Ana Risma, D.(2017). Pengaruh Pengetahuan Etika, Religiusitas, dan Love Of Money terhadap Perilaku Etis Mahasiswa Akuntansi. E-journal Akuntansi Universitas Negeri Yogyakarta,(2) 1: 49-66. Alex Sobur, M.(2013). Psikologi Umum dalam Lintas Sejarah. Bandung: CV Pustaka Setia. Jurnal WRA Universitas Negeri Padang, 2(1).
Ghafur, W. A. (2009). Menyingkap Rahasia al-Qur’an: Merayakan Tafsir Kontekstual. Yogyakarta: ElSAQ, Cet. I.
Ismail, F. (2017). Paradigma Pendidikan Islam: Analisis Historis, Kebijakan, dan Keilmuan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Izzan, A. (2011). Metodologi Ilmu Tafsir. tafakur.
Konseling, B. (n.d.). Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling: Pendekatan Untuk Peneliti Pemula dan Dilengkapi dengan Contoh Transkip Hasil Wawancara Serta Model Penyajian Data (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 2. 2 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfabetta.
Lickona, T. (2015). Mendidik untuk Membentuk Karakter diterjemahkan oleh Juma Abdu Wamaungo dari judul Educating for Character: How Our Schools can Teach Respect and Responsibility, Jakarta:: PT. Bumi Aksara, Cet, 4.
Malkan, M. (2007). BERPIKIR DALAM PERSPEKTIF ALQURAN. HUNAFA: Jurnal Studia Islamika, 4(4), 353–372.
Nurrohim, A., & Jannah, H. R. (2020). Pakaian Muslimah Dalam Al-Quran: Antara Tafsir Hasbi Ash-Shiddieqy Dan Quraish Shihab. Suhuf, 32(1), 59–75.
Rusmana, D. (2015). Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir. Bandung: Pustaka Setia.
Salahudin, A. (2011). Filsafat pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Samani, M., & Hariyanto, M. S. (2011). Konsep dan model pendidikan karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Shihab, M. Q. (2002). Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Vol. Cet. I.
Sugiyono, D. (2013). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D.
Suharsimi Arikunto. (2003). Menejemen Pendidikan. Bumi Aksara.
Sukardi, H. M. (2021). Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi Dan Praktiknya (Edisi Revisi). Bumi Aksara.
Sukmadinata, N. S. (2012). Metode Penelitian Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
Suud, F. M. (2021). PSIKOLOGI PENDIDIKAN BERWAWASAN AL-QUR’AN. The Journal Publishing, 2(3), 1–288.
Syaodih Sukmadinata, N. (2007). Metode penelitian pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya, 169–170.