Muslikh
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Nahdlatul Ulama Kabupaten Tegal
Email: [email protected]
ARTICLE INFO |
ABSTRAk |
Date received : 01-10-2022 Revision date : 07-10-2022 Date received : 10-10-2022 |
Indonesia dengan kekayaan sumber daya alam
dan nilai-nilai multikultural
sangat membutuhkan komitmen
bersama agar dapat menjadi kekuatan besar, berperadaban tinggi dan damai dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Potensi multikultural juga dapat menjadi ancaman munculnya disintegrasi yang diawali dari konflik karena terlalu membesarkan perbedaaan yang ada. Nahdlatul Ulama sebagai organisasi sosial keagamaan besar secara historis sejak pendiriannya memperhatikan dan berkomitmen tinggi terhadap kondisi multikultural Indonesia sebagai
sebuah keniscayaan yang harus diperdayakan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana pandangan Nahdlatul Ulama dalam membangun Civil Society melalui pendidikan nilai-nilai multikultural inklusif.Penelitian ini menjelaskan tentang pentingnya pendidikan nilai-nilai mutikultural inklusif dalam membangun Civil Society dan bagaimana konsep Nahdlatul Ulama dalam membangun Civil Society melalui pendidikan
nilai-nilai multikultural
inklusif. Secara teoritis penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep pendidikan nilai-nilai multikultural inklusif Nahdlatul Ulama dalam membangun Civil Society. Sedangkan secara praktis penelitian ini untuk meningkatkan
kesadaran dan sikap individu tentang pentingnya pendidikan nilai-nilai multikultural inklusif untuk membangun Civil Society. Data penelitian ini
bersumber dari hasil kajian pustaka dan sumber informasi lain, dianalisis untuk mencapai tujuan penelitian. Hasil yang diharapan
dalam penelitian adalah konsep pendidikan nilai-nilai� multikultural
inklusif efektif untuk membangun Civil Society dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. ABSTRACT Indonesia,
with its wealth of natural resources and multicultural values, really needs a
shared commitment to become a great, highly civilized and peaceful power
within the Unitary State of the Republic of� Indonesia. Multicultural potensial can aslos be a threat
to the emergence of disintegration that begins with conflict because it
exaggerates the exiting differences. Nahdlatul
Ulama as a large socio-religious organization historically since its
establishment has paid attention to and is highly commited
to Indonesia�s multicultural conditions as a necessity that must be empowered in the life of society,
nation and state. This study examines the views of Nahdlatul
Ulama in building Civil Society through inclusive multicultural values
education. This study explains the importance of inclusive
multicultural values education in building Civil Society and
how the Nahdlatul Ulama concept in building Civil
Society through inclusive multicultural values education.
Theoretically, this study aims to determine the concept of inclusive
multicultural values education of Nahdlatul
Ulama in building Civil Society. While practically this research is to
increase individual awareness and attitude about the importance of inclusive
multicultural values education to build Civil Society. This
research data comes from the results of literature review and other sources
of information, analyzed to achieve research objectives. The expected result
in this research is the concept of inclusive multicultural values
education is effective for building Civil Society in the
Unitary State of the Republic of Indonesia. |
Kata Kunci: Civil Society, Pendidikan
Nilai-Nilai Multikultural, Inklusiv
dan Nahdlatul Ulama. Keywords: Civil Society, Mutlicultural Values Education, Inclusive and Nahdlatul Ulama. |
PENDAHULUAN
Indonesia adalah Negara besar, dengan kekayaan sumber daya alam,
berjejer pulau dari Sabang sampai
Merauke, berbagai suku bangsa, kondisi sosial, karakteristik budaya bahasa dan bermacam-macam agama, yang menggambarkan
pluralitas bangsa (Hidayah, 2015). Pluralitas bangsa Indonesia dengan berbagai macam latar belakang perbedaan merupakan potensi yang dapat menjadi kekuatan besar bagi Indonesia untuk menjadi negara maju dan berperadaban tinggi dalam wadah
Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) (Athooillah, 2022). Kekuatan besar ini terbukti
sejak Indonesia merdeka dan
terbentuk menjadi Negara
yang berdaulat oleh para founding fathers Indonesia masih utuh dan berdiri tegak sampai sekarang.
�
������� Tetapi jika perbedaan
itu tidak dimana-dikelola dengan baik, juga dapat menjadi� ancaman terjadinya disintegrasi bangsa. Pengalaman sejarah membuktikan adanya upaya memecah
belah keutuhan bangsa dengan berbagai
tipologi seperti idiologi, agama, suku dan lain sebaginya seperti kasus PKI tahun 1948 maupun 1965, pemberontakan DI,TII,
konflik antar suku di Poso, di Sampit, konflik agama di Ambon,
dan kasus-kasus SARA lainnya
(Nurdin, 2019).Dalam upaya mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa, maka berbagai
perbedaaan harus� dikelola dengan baik, agar tercipta harmonisasi antar warga negara, sehingga� segala kebutuhan hidup warga dapat terpenuhi
yang menurut Maslow terdiri
dari tujuh tingkat kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan dasar fisiologis, (2) kebutuhan rasa aman, (3) kebutuhan kasih sayang, (4) kebutuhan penghargaan, (5) kebutuhan ilmu pengetahuan, (6) kebutuhan estetika, dan (7) kebutuhan aktualisasi diri.
Selanjutnya untuk
dapat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka dibutuhkan suatu tatanan sosial
yang dilandasi oleh norma-norma
dan nilai-nilai yang mengatur
bagaimana individu melaksanakan berbagai kebutuhan termasuk nilai-nilai yang bersifat
universal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bahkan dalam skala global.Pada
masa reformasi pemerintah Indonesia telah memberikan ruang kebebasan dalam berbagai dimensi terutama menyangkut hak asasi manusia dalam
hidup berdemokrasi, termasuk berkembangnya berbagai macam kultur local (local
wisdom) dan budaya-budaya yang bersifat transnasional.
Di satu
sisi nilai-nilai budaya luar dapat
bersinergi dengan nilai-nilai budaya lokal, sehingga memperkaya hasanah kebudayaan nasional melalui proses akulturasi bahkan asimilasi budaya. Tetapi proses asimilasi budaya ini harus diantisipasi
supaya tidak terjebak hanya pada nilai-nilai yang bersifat konsumtif, hedonis, dan pragmatis serta sikap liberal yang dapat berdampak pada krisis nilai-nilai budaya leluhur yang tanpa sadar dapat terkikis
dan mengancam identitas budaya nasional. Oleh karenanya harus ada upaya filterisasi
terhadap nilai-nilai budaya asing termasuk
idiologi yang tidak sesuai dengan nilai
dan norma-norma ke-Indonesia-an,
sehingga jangan sampai justru kita
menjadi tamu di rumahnya sendiri.
METODE
Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitis kritis yaitu mendeskripsikan gagasan secara analisis kritis tentang Nilai-Nilai Multikultural
dalam konteks pendidikan Inklusif untuk membangun Civil Society. Metode
analisis kritis, digunakan untuk mengungkapkan sebuah tema yang mendeskripsikan situasi dan kondisi masyarakat, menggali, mengungkap dan menganalisis karakteristik masyarakat
Indonesia yang multikultur dalam
membangun Civil
Society (Sugiyono,
2015).
Dalam penelitian
ini teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka
(library research) yaitu dengan pendokumentasian
terhadap sumber rujukan (referensi) dan informasi lain yang dapat dilakukan melalui media sosial yang membahas materi tentang tema penelitian. Langkah selanjutnya kemudian dilakukan analisis data untuk disimpulkan berdasarkan data-data yang
telah dikumpulkan secara sistematis dan akurat. Metode ini digunakan
untuk menggali, mengeksplorasi dan menganalisis seluruh pokok pemikiran
atau konsep yang berkaitan dengan tema penelitian.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
1. Membangun Civil Society Melalui Pendidikan Nilai-Nilai
Multicultural Inklusiv
a. Membangun Civil Society
Terdiri dari dua
kata yaitu membangun dan Civil Society. Membangun
diartikan suatu proses merubah suatu� keadaan
ke arah yang lebih baik, baik
secara fisik maupun mental, dimana dalam prosesnya diawali dari perencanaan,
dilanjutkan dengan pelaksanaan dan evaluasi serta tindak lanjut
atas hasil evaluasi. Membangun dalam pengertian proses perubahan social kebudayaan yang dikehendaki atau direncanakan yang dilakukan oleh Agent Of Change yaitu
seseorang atau sekelompok orang yang mendapatkan
kepercayaan sebagai pemimpin satu atau
lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan (Cahyono, 2016).Dalam melakukan
pembangunan Agent
Of Change dengan cara mempengaruhi masyarakat dengan system yang teratur dan direncanakan yaitu melalui rekayasa social (Social Engeneering)
atau disebut juga sebagai perencanaan sosial (Social Planning)
(Budijarto,
2018).���� ��
Istilah �Masyarakat� dalam hal ini diartikan
sebagai sebuah system atau seperangkat unit fungsional yang dihubungkan satu sama lainnya
melalui suatu arus informasi yang dilahirkan dari� tuntutan
lingkungan dan urgensi-urgensi
internal.�
Sedangkan pengertian
Civil Society memiliki
empat sudut pandang yang berbeda, yaitu :
1.Civil Society diartikan
identik dengan Negara (State), yaitu
system kenegaraan yang dikenal
dengan konsep Political Society dan State. Pemikiran
ini dikembangkan oleh
Aristoteles, Cicero, Thomas Hobbes dan John Locke;
2.Civil Society dipandang
sebagai masyarakat berbudaya (Civilized Society)
yang dipahami sebagai visi etis dalam
kehidupan bermasyarakat untuk memelihara tanggungjawab sosial bercirikan solidaritas sosial, menghargai nilai-nilai sosial kemanusiaan dan didasari pada sintimen moral serta sikap saling menghargai
antara warga secara alamiah;
3.Civil Society dipahami
sebagai antitesa dari Negara. Gellner menyatakan bahwa Civil Society
merupakan sekelompok institusi atau lembaga yang cukup kuat mencegah tirani
politik baik oleh Negara maupun komunitas dengan ciri adanya
kebebasan individu (Azzuhri, 2009). Menurutnya
Civil Society tidak
hanya menolak dominasi Negara, juga kekuasaan harus dibatasi, karena eksistensi Negara hanyalah keniscayaan terburuk. Karena itu Civil Society harus
lebih kuat dan mampu mengontrol kekuasaan Negara demi kepentingan
masyarakat itu sendiri;
4.Civil Society dipahami
sebagai entitas penyeimbang kekuatan Negara yang tidak hanya berorientasi
pada kepentingan sendiri, tetapi juga sensitive terhadap kepentingan public (Fitria & Sutrisnowati, 2020).
dihubungkan satu sama
lainnya melalui suatu arus informasi
yang dilahirkan dari tuntutan lingkungan dan urgensi-urgensi internal.�
b. Pendidikan Nilai-Nilai Multicultural �
Pendidikan nilai-nilai
multicultural di Indonesia secara ideal harus diorientasikan sebagaimana dimaksud pada alinea dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan
Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social (Sukowati, 2012).
Pendidikan nilai-nilai
multicultural juga harus berdasarkan
pada Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 1 ayat
(1) yang mendefinisikan pendidikan
sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Astawa, 2021).
Pendidikan bukan hanya
proses Transfer Of Knowledge (transfer ilmu) tapi juga Transfer Of Value (transfer nilai-nilai dan norma-norma) dari pendidik kepada
peserta didik.Pendidik atau guru dalam pengertian yang luas tidak hanya seseorang
yang melakukan pembelajaran
di ruang kelas, tetapi dimana terdapat
proses transfer ilmu dan nilai-norma,
maka dikatakan sebagai proses pendidikan, sehingga pendidikan bisa terjadi di� luar ruang kelas, termasuk
di� lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat, sehingga fakta-fakta yang selalu kita hadapi terjadi
di masyarakat dalam bentuk apapun bisa
dikatagorikan sebagai pendidikan, seperti pemahaman dan sikap kita dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara dalam upaya untuk mempertahankan
situasi masyarakat supaya tidak terjadi
konflik karena adanya perbedaan-perbedaan multicultural
termasuk upaya untuk mengatasinya juga merupakan bagian dari Pendidikan (Mundiri & Bariroh, 2019).
c. Inklusiv
Inklusif adalah istilah
yang digunakan untuk menunjuk masyarakat yang memiliki sifat terbuka akan keberagaman
budaya sehingga menerima dan mudah berinteraksi dengan budaya-budaya lainnya.
Inklusif juga diartikan sebagai upaya menempatkan
dirinya ke dalam posisi yang sama dengan orang atau kelompok lain sehingga membuat orang tersebut berusaha untuk memahami perspektif orang lain atau kelompok lain dalam menyelesaikan sebuah permasalahan (Heri, 2021). Masyarakat pada katagori ini mempunyai sikap
toleran yang tinggi.
Istilah inklusif juga merupakan kebalikan dari ekslusif yang menunjuk pada kondisi di mana terdapat pembatasan pergaulan dengan lainnya sehingga muncul kesan adanya
usaha memisahkan diri atau menutup
diri dari pengaruh yang datangnya dari luar.
Pengertian inklusif juga berbeda dengan istilah sentimen ras yang berarti jenis masyarakat yang memiliki kecenderungan membatasi, menganggap rendah atau bahkan
meremehkan kelompok lain, baik menyangkut
budaya, agama, suku bangsa, bahasa maupun karakteristik lain yang merupakan identitas kelompok (Fuadi, 2020). Kelompok yang melakukan sentimen ras ini memiliki
sikap negative dan jauh dari nilai-nilai toleransi.�
Dari penjelasan atas kedua pengertian
tersebut, maka pendidikan inklusiv dapat diartikan sebagai suatu proses bimbingan kepada peserta didik untuk
terjadi perubahan melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan skil serta untuk
pembentukan karakter, sehingga menjadi manusia yang dewasa, dimana setiap peserta
didik memiliki kedudukan yang sama, bersifat terbuka akan keberagaman budaya sehingga menerima dan mudah berinteraksi dengan budaya-budaya lainnya (Murtadho, 2011).
2. Pentingnya Pendidikan Nilai-Nilai Multikultural Inklusif Dalam Membangun Civil Society
��������� Untuk mewujudkan Civil Society di Indonesia, sektor pendidikan memiliki peran yang penting, strategis dan fungsional.
Pendidikan senantiasa berusaha
untuk menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul di kalangan masyarakat sebagai konsekuensi dari suatu perubahan.
Civil
Society yang diartikan sebagai� masyarakat yang berperadaban dapat berfungsi sebagai penerus budaya bangsa dari satu
generasi ke generasi yang secara dinamis sesuai dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan
masyarakat melalui pendidikan dan interaksi social (M Akmal, 2022). Dengan demikian
maka pendidikan diartikan sebagai sarana sosialisasi dan proses adaptasi terhadap norma-norma dan nilai-nilai masyarakat.� ��
Pendidikan dalam pengertian baik formal, Non
formal dan informal dalam Kurikulum
2013 memberikan secara proporsional terhadap aspek cognitive, afektif dan psikomotorik yang secara integratif dapat berperan mentransmisikan kebudayaan, norma-norma, sikap adat-istiadat, keterampilan sosial dan aspek lain yang dibutuhkan manusia, dengan demikian secara inklusif sangat penting bagaimana peran pendidikan dalam membangun Civil
Society atau masyarakat
yang berperadaban. (Ahmad, 2018)
3. Pandangan Nahdlatul
Ulama Dalam Membangun Civil Society Melalui
Pendidikan Nilai-Nilai�
Multicultural Inklusiv �������
Berkaitan dengan pentingnya
pendidikan nilai-nilai multicultural
inklusiv dalam Membangun Civil� Society, Nahdlatul
Ulama sebagai organisasi sosial keagamaan sejak kelahirannya tahun 1926 memiliki komitmen yang kuat dan
fundamental dalam konsep
dan penerapannya tentang membangun Civil Society
terutama tentang hak dan kewajiban sebagai warga Negara (Fauzi, 2019). Konsep� tentang
Civil Society dalam
pandangan Nahdlatul Ulama diwujudkan dalam prinsip-prinsip hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diwarnai perbedaan multicultural, yaitu :
1.
Prinsip Tasamuh, yaitu hidup saling menghormati-toleransi terhadap keberadaan orang lain sebagai bagian dari diri kita
yang secara sosiologis tidak ada manusia
yang dapat hidup sendirian tanpa keterlibatan orang lain, sehingga
hidup saling menghormati adalah merupakan sebuah kebutuhan dan merupakan kodrat manusia;
2.
Prinsip Tawasuth, yaitu sikap moderat, selalu mengambil jalan tengah dan mengakomodir perbedaan-perbedaan dalam seluruh aspek kehidupan,
sehingga dapat terhindar dari konflik yang disebabkan karena perbedaan kepentingan yang tidak mendapat ruang atau tidak tersalurkan;
3.
prinsip tawazun, yaitu sikap keseimbangan dan penuh pertimbangan, dalam pengertian tidak bersikap radikal/ekstrim ;
4.
prinsip I�tidal yaitu berbuat adil, sama
kedudukan di mata hukum, tidak diskriminatif
dan selalu condong pada kebenaran.
Keempat prinsip tersebut
berfungsi untuk menghindari tatharruf atau sikap ekstrim
(radikal) dalam segala aspek kehidupan.
Melalui prinsip-prinsip ini, maka Nahdlatul
Ulama sebagai organisasi sosial keagamaan telah memberikan edukasi kepada warga Nahdliyin khususnya dan warga Negara
Indonesia pada umumnnya untuk
berkewajiban dalam mempertahankan dan mengembangkan serta menjadi kebutuhan
akan kokohnya budaya nasional melalui eksplorasi budaya-budaya lokal termasuk nilai-nilai modernis yang tentunya tidak bertentangan dengan norma dan nilai bangsa Indonesia, sehingga menjadi kekuatan nasional dalam upaya mempertahankan
dan menguatkan persatuan
dan kesatuan bangsa
Indonesia sebagai Negara yang berdaulat.
SIMPULAN
1.Masyarakat multicultural
Indonesia merupakan modal utama
dalam membangun Civil Society yang berperadaban
tinggi sebagai fakta yang harus dipertahankan dan diperdayakan dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara
agar tetap terjaganya
Negara Kesatuan Republik
Indonesia dalam kebhinekaan,
Civil Society sebagai
sebuah keniscayaan atau sunnatullah;
2.Pendidikan nilai-nilai multicultural inklusiv
merupakan sarana yang penting, strategis dan efektif dalam membangun
Civil Society atau
masyarakat madani yang secara esensial memiliki komitmen tentang prinsip-prinsip demokrasi memberikan ruang kebebasan bagi indvidu dalam
menentukan pilihan hidupnya, terciptanya kemandirian, persamaan dan keadilan.
3.Nahdlatul Ulama sebagai organisasi sosial keagamaan sejak berdirinya tahun 1926 memiliki orientasi dan komitmen untuk membangun Civil Society atau
masyarakat madani melalui pendidikan inklusiv dengan berdasarkan konsep dan prinsip-prinsip bagaimana sebagai warga Negara Indonesia melaksanakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan tetap mempertahankan multicultural
bangsa yang sarat dengan nilai-nilai karakteristik sebagai jatidiri bangsa.
REFEREnSi
Ahmad, Zainuri. (2018). Pendidikan Karakter Integral Di
keluarga, Sekolah, dan Masyarakat. Rafah Press Universitas Islam Negeri
(UIN) Raden Fatah Palembang.
Astawa, I. Nyoman Temon. (2021). Pendidikan Agama dan Keagamaan Dalam Menunjang
Mutu Pendidikan Di Indonesia. Jurnal Penjaminan Mutu, 7(2).
Athooillah, Ahmad Althof. (2022). Analisis Yuridis Unifikasi Hukum
Dalam Program Legislasi Nasional Di Indonesia. Universitas Islam Negeri
Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.
Azzuhri, Muhandis. (2009). Pendidikan Berkualitas (Upaya Menuju Perwujudan
Civil Society). Forum Tarbiyah, 7(2).
Budijarto, Agus. (2018). Pengaruh Perubahan Sosial Terhadap Nilai-Nilai Yang
Terkandung Dalam Pancasila. Jurnal Lemhannas RI, 6(2), 5�21.
Cahyono, Anang Sugeng. (2016). Pengaruh Media Sosial Terhadap Perubahan Sosial
Masyarakat di Indonesia. Jurnal Publiciana, 9(1), 140�157.
Fauzi, Muhamad Umar. (2019). Implementasi Konsep �Mabadi Khaira Ummah
Nahdlatul Ulama� Sebagai Bentuk Moderasi Islam di Kabupaten Nganjuk. Tafhim
Al-�Ilmi, 11(1), 119�147.
Fitria, Vita, & Sutrisnowati, Sri Agustin. (2020). Civil Society,
Konsep Ummah Dan Masyarakat Madani. Journal of Business and Management E-ISSN,
2460�3767.
Fuadi, Afnan. (2020). Keragaman Dalam Dinamika Sosial Budaya Kompetensi
Sosial Kultural Perekat Bangsa. Deepublish.
Heri, Okta Pratama. (2021). Pendidikan Inklusif Multicultural Dalam Dedikalisasi
Pendidikan Islam Di Indonesia. Uin Raden Intan Lampung.
Hidayah, Zulyani. (2015). Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia.
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
M Akmal, Khayrullah. (2022). Nilai-Nilai Kebangsaan Indonesia Dalam
Perspektif Pendidikan Islam. UIN Raden Intan Lampung.
Mundiri, Akmal, & Bariroh, Afidatul. (2019). Amplifikasi Profesi Guru Dalam
Proses Pendidikan Transformatif Perspektif Al-Ghazali. Jurnal Ilmiah Islam
Futura, 18(1), 159�184.
Murtadho, Fatih Rahmat. (2011). Pendidikan Soft Skill Melalui Kegiatan
Ektrakurikuler Kerohisan Dalam Peningkatkan Pemahaman Siswa Pada Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam di SMA IPIEMS Surabaya. IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Nurdin, Ismaill. (2019). Konflik dan Kolaborasi: Peran Negara Dalam
Integrasi Bangsa. Media Nusa Creative.
Sugiyono, Prof. (2015). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung:
Alfabeta, 28.
Sukowati, Praptining. (2012). Model New Governance Dalam Good
Governance.
�